Jumat, 03 Maret 2017

Just the Way I am (Chapter 2)



Chapter 2
Author : Antyenkey
Main Cast        : Lugi, and Yurie
Supported Cast           : Regwi, and Fagri
Genre  : Romance, Sad, Hurt, School life, and Action
Note    : Cerita ini hanya imajinasi penulis semata, tidak ada unsur tersembunyi. Penulis hanya ingin menuangkan ide untuk dijadikan sebagai media hiburan saja.

“Sial banget sih gua hari ini”, seraya menjambak rambut didalam sel penjara.
Yurie tengah membuka matanya yang terasa berat untuk diedarkan kesetiap penjuru ruangan. Lilitan perban yang cukup keras membuatnya mengeras ngeri, “duh, apaan sih ini. Kok gua diperban kaya gini. Perasaan gua kemarin cuman pura-pura doang”, gerutunya sambil melepas perban yang mengikat kepalanya.
“tunggu!” panggil seseorang didekat pintu seraya mendekati Yurie. “maksud kamu tadi apa? kok bilang kaya gitu?”, tanyanya penuh tanda tanya. Yurie kelabakan mencari cara untuk menjelaskannya, tapi segera lelaki yang dihadapannya itu berbicara “temanku sekarang ditahan dikantor polisi”. Yurie mengurutkan kening tanda tak mengerti “kantor polisi?” menyidik meminta penjelasan yang panjang. “iya, dia dituduh mau nyulik kamu, yang jelas-jelas kamu datang entah dari mana. Ibu kamu yang menuduh”, cercahnya santai tanpa intimidasi. “selalu saja, ikut campur”, kesalnya begitu berdiri dari kasur. “cepatlah kamu temui temanku itu di kantor polisi Rotte. Jelaskan pada polisi bahwa ini hanya salah paham. Aku tahu kok kamu hanya ingin membantu, tapi semuanya menjadi rumit ketika kamu pura-pura pingsan seperti benar Lugi memukul kamu”, suruh laki-laki itu. “Perkenalkan nama aku Fagri, dan temanku yang sedang berada dikantor polisi itu namanya Lugi” memperkenalkan diri ketika Yurie hendak melewatinya untuk keluar ruangan. Yurie hanya tersenyum dan berlalu.
“Pak saya Yurie saksi atas kasus pengeroyokan di jl. Brige kemarin pagi”, ucap Yurie.
“Baik. Sebentar saya akan membawa orang yang di claim atas kejadian tersebut”, pamitnya.
Tak lama datanglah Lugi dengan borgol yang masih menempel. Lalu ia pun duduk disebelah Yurie.
“Baiklah. Coba ceritakan kronologis kejadian pengeroyokan kemarin”, suruh polisi.
Yurie memandang sebentar Lugi.
“Jadi begini pak, kemarin sewaktu saya berjalan di jl. Brige untuk berangkat sekolah. Saya melihat orang ini seperti sehabis di keroyok, dan saya melihat orang ini hanya berdua dengan temannya, dan temannya tesebut tergeletak diatas badan jalan. Karena itu saya menelpon polisi untuk mencegah terjadinya pengeroyokan. Tapi ketika orang ini ingin membawa temannya, ada yang ingin memukulnya dari belakang. Lantas saya......”, Yurie menggangtungkan kalimatnya.
Kembali memandang Lugi yang penasaran atas kalimat Yurie yang menggantung.
“Saya mengambil kayu yang akan dipukulkan, dan memukulkannya pada punggung saya, hhhe”, akuinya tersenyum karena malu.
“Tapi tidak mungkin kalau itu anda, karena sidik jari orang ini yang ada pada alat bukti?”, tanya polisi.
Yurie menggigit bibir bawahnya “begini pak sebelum orang yang akan mengeroyok orang ini membawa kayunya, saya terlebih dahulu membawanya dan kebetulan tangan saya tertutup oleh sarung tangan yang saya pakai, dan kebetulan juga cuaca sangat dingin sehingga saya memakai sarung tangan”, jelas Yurie.
Polisi pun mengangguk tanda mengerti akan kesaksian Yurie.
Lugi hanya menyunggingkan senyuman untuk dirinya sendiri.

Di luar kantor polisi Yurie mencoba memanggil Lugi, “Hey, tunggu! Teriaknya.
Lugi tidak menghiraukannya dan terus berjalan.
Yurie tetap memanggil dan mengejarnya. Mencoba menggapai tangan Lugi. Lugi pun berhenti.
“kamu gak mau ngucapin makasih sama aku?” tanya Yurie.
“Hah, makasih? Ckckckck”, serunya berdecak.
“emang gua minta bantuan lo yah?.. lo yang malah bikin gue mendekam di penjara semalaman. Kalo lo gak bantuin gue. Gak bakal gue ada di tempat kaya gini”, ucapnya santai.
“gak tau terimakasih banget sih lo jadi orang. Pertama... gue udah bantuin lo biar gak dikeroyok lagi sama anak-anak berandalan itu... kedua.. gue ngeluarin lo dari penjara”, jelasnya panjang lebar sambil berkacak pinggang.
“lain kali jangan lo ikut campur urusan orang. Ngerti lo!”, perintahnya seraya menunjuk berlalu pergi.

Yurie pulang kerumahnya, dan hanya berjumpa dengan pembantunya. “belum pada pulang bi?”, tanya Yurie kepada pembantunya. Orang yang dimaksud belum pulang itu adalah orangtuanya. Memang orangtua Yurie sangat sibuk sekali, terlebih keluarganya itu berkarir dibidang yang menjanjikan. Ayahnya bernama Roy Kirattana, keturunan Jepang yang menetap tinggal di Rotte. Dia adalah seorang pengusaha dibidang perakitan komputer. Sedangkan ibunya yang bernama Yukota Shiranami adalah seorang dokter di Gill BO hospital di Rotte.
“mau bibi bikinin teh manis, nona?”, tawar pembantunya. “gak usah bi, mending disini bi beti duduk temenin aku”, ajak Yurie. Bi beti pun duduk disamping Yurie. Yurie meregangkan tubuhnya dengan menidurkan kepalanya dipangkuan bi Beti.
“bi, tau gak. Kenapa sih mamah itu nyebelin terus. Bisanya ngatur doang, gak pernah ada waktu yang sekedar ngobrol doang”, keluh Yurie.
“menurut bibi gak nyebelin ah, tapi ngeselin. Yaudah nona aja yang langsung ajak mamah ngobrol”, saranya.
“ahhhh. Bibi. Tau sendiri kan kalo abis pulang kerja pasti langsung tidur”, cemberut tanda tak setuju.
“udahlah nona, nanti juga kok pasti ada waktunya mamah nona kangen sama nona”, jawabnya sambil mengelus rambut Yurie.
Yurie hanya terdiam. Hingga pada akhirnya Yurie berseru, “bi kemaren mamah mamah malah nuduh orang, nuduh dia mau nyulik aku, padahal enggak, ih so ikut campur banget deh pokoknya, aku heran” ceritanya panjang lebar.
“Clekkkk” suara pintu terbuka. Yurie dan bi Beti pun sontak menengoh ke arah suara pintu tersebut. Terlihatlah mamah Yurie dengan tengtengan belanjaan menggantung ditangannya. Ia menghampiri Yurie, “ini buat kamu” berinya 1 kotak belanjaan. Yurie hanya melihatnya tanpa mencoba mengambilnya.
anataga kirai desu! (aku benci kamu)” serunya meninggalkan mamahnya.
Yurie pun keluar dari dalam rumah. Ia berjalan menyusuri jalanan yang ramai. Tiba-tiba ia menabrak seseorang.
“Lo?”, kagetnya tak percaya


≈≈ ∞ ≈≈

Tidak ada komentar:

Posting Komentar