Chapter 2
Author : Antyenkey
Main Cast :
Lugi, and Yurie
Supported Cast :
Regwi, and Fagri
Genre : Romance,
Sad,
Hurt, School life, and Action
Note : Cerita ini
hanya imajinasi penulis semata, tidak ada unsur tersembunyi. Penulis hanya
ingin menuangkan ide untuk dijadikan sebagai media hiburan saja.
“Sial banget sih gua hari ini”, seraya menjambak rambut didalam sel
penjara.
Yurie tengah membuka matanya yang terasa berat untuk diedarkan kesetiap
penjuru ruangan. Lilitan perban yang cukup keras membuatnya mengeras ngeri,
“duh, apaan sih ini. Kok gua diperban kaya gini. Perasaan gua kemarin cuman
pura-pura doang”, gerutunya sambil melepas perban yang mengikat kepalanya.
“tunggu!” panggil seseorang didekat pintu seraya mendekati Yurie. “maksud
kamu tadi apa? kok bilang kaya gitu?”, tanyanya penuh tanda tanya. Yurie
kelabakan mencari cara untuk menjelaskannya, tapi segera lelaki yang
dihadapannya itu berbicara “temanku sekarang ditahan dikantor polisi”. Yurie
mengurutkan kening tanda tak mengerti “kantor polisi?” menyidik meminta
penjelasan yang panjang. “iya, dia dituduh mau nyulik kamu, yang jelas-jelas
kamu datang entah dari mana. Ibu kamu yang menuduh”, cercahnya santai tanpa
intimidasi. “selalu saja, ikut campur”, kesalnya begitu berdiri dari kasur.
“cepatlah kamu temui temanku itu di kantor polisi Rotte. Jelaskan pada polisi
bahwa ini hanya salah paham. Aku tahu kok kamu hanya ingin membantu, tapi
semuanya menjadi rumit ketika kamu pura-pura pingsan seperti benar Lugi memukul
kamu”, suruh laki-laki itu. “Perkenalkan nama aku Fagri, dan temanku yang
sedang berada dikantor polisi itu namanya Lugi” memperkenalkan diri ketika
Yurie hendak melewatinya untuk keluar ruangan. Yurie hanya tersenyum dan
berlalu.
“Pak saya Yurie saksi atas kasus pengeroyokan di jl. Brige kemarin pagi”,
ucap Yurie.
“Baik. Sebentar saya akan membawa orang yang di claim atas kejadian tersebut”, pamitnya.
Tak lama datanglah Lugi dengan borgol yang masih menempel. Lalu ia pun
duduk disebelah Yurie.
“Baiklah. Coba ceritakan kronologis kejadian pengeroyokan kemarin”, suruh
polisi.
Yurie memandang sebentar Lugi.
“Jadi begini pak, kemarin sewaktu saya berjalan di jl. Brige untuk
berangkat sekolah. Saya melihat orang ini seperti sehabis di keroyok, dan saya
melihat orang ini hanya berdua dengan temannya, dan temannya tesebut tergeletak
diatas badan jalan. Karena itu saya menelpon polisi untuk mencegah terjadinya
pengeroyokan. Tapi ketika orang ini ingin membawa temannya, ada yang ingin
memukulnya dari belakang. Lantas saya......”, Yurie menggangtungkan kalimatnya.
Kembali memandang Lugi yang penasaran atas kalimat Yurie yang menggantung.
“Saya mengambil kayu yang akan dipukulkan, dan memukulkannya pada punggung
saya, hhhe”, akuinya tersenyum karena malu.
“Tapi tidak mungkin kalau itu anda, karena sidik jari orang ini yang ada
pada alat bukti?”, tanya polisi.
Yurie menggigit bibir bawahnya “begini pak sebelum orang yang akan
mengeroyok orang ini membawa kayunya, saya terlebih dahulu membawanya dan
kebetulan tangan saya tertutup oleh sarung tangan yang saya pakai, dan
kebetulan juga cuaca sangat dingin sehingga saya memakai sarung tangan”, jelas
Yurie.
Polisi pun mengangguk tanda mengerti akan kesaksian Yurie.
Lugi hanya menyunggingkan senyuman untuk dirinya sendiri.
Di luar kantor polisi Yurie mencoba memanggil Lugi, “Hey, tunggu!
Teriaknya.
Lugi tidak menghiraukannya dan terus berjalan.
Yurie tetap memanggil dan mengejarnya. Mencoba menggapai tangan Lugi. Lugi
pun berhenti.
“kamu gak mau ngucapin makasih sama aku?” tanya Yurie.
“Hah, makasih? Ckckckck”, serunya berdecak.
“emang gua minta bantuan lo yah?.. lo yang malah bikin gue mendekam di
penjara semalaman. Kalo lo gak bantuin gue. Gak bakal gue ada di tempat kaya
gini”, ucapnya santai.
“gak tau terimakasih banget sih lo jadi orang. Pertama... gue udah bantuin
lo biar gak dikeroyok lagi sama anak-anak berandalan itu... kedua.. gue
ngeluarin lo dari penjara”, jelasnya panjang lebar sambil berkacak pinggang.
“lain kali jangan lo ikut campur urusan orang. Ngerti lo!”, perintahnya
seraya menunjuk berlalu pergi.
Yurie pulang kerumahnya, dan hanya berjumpa dengan pembantunya. “belum pada
pulang bi?”, tanya Yurie kepada pembantunya. Orang yang dimaksud belum pulang
itu adalah orangtuanya. Memang orangtua Yurie sangat sibuk sekali, terlebih keluarganya
itu berkarir dibidang yang menjanjikan. Ayahnya bernama Roy Kirattana,
keturunan Jepang yang menetap tinggal di Rotte. Dia adalah seorang pengusaha
dibidang perakitan komputer. Sedangkan ibunya yang bernama Yukota Shiranami
adalah seorang dokter di Gill BO hospital di Rotte.
“mau bibi bikinin teh manis, nona?”, tawar pembantunya. “gak usah bi,
mending disini bi beti duduk temenin aku”, ajak Yurie. Bi beti pun duduk
disamping Yurie. Yurie meregangkan tubuhnya dengan menidurkan kepalanya
dipangkuan bi Beti.
“bi, tau gak. Kenapa sih mamah itu nyebelin terus. Bisanya ngatur doang,
gak pernah ada waktu yang sekedar ngobrol doang”, keluh Yurie.
“menurut bibi gak nyebelin ah, tapi ngeselin. Yaudah nona aja yang langsung
ajak mamah ngobrol”, saranya.
“ahhhh. Bibi. Tau sendiri kan kalo abis pulang kerja pasti langsung tidur”,
cemberut tanda tak setuju.
“udahlah nona, nanti juga kok pasti ada waktunya mamah nona kangen sama
nona”, jawabnya sambil mengelus rambut Yurie.
Yurie hanya terdiam. Hingga pada akhirnya Yurie berseru, “bi kemaren mamah
mamah malah nuduh orang, nuduh dia mau nyulik aku, padahal enggak, ih so ikut
campur banget deh pokoknya, aku heran” ceritanya panjang lebar.
“Clekkkk” suara pintu terbuka. Yurie dan bi Beti pun sontak menengoh ke
arah suara pintu tersebut. Terlihatlah mamah Yurie dengan tengtengan belanjaan
menggantung ditangannya. Ia menghampiri Yurie, “ini buat kamu” berinya 1 kotak
belanjaan. Yurie hanya melihatnya tanpa mencoba mengambilnya.
“anataga kirai desu! (aku benci
kamu)” serunya meninggalkan mamahnya.
Yurie pun keluar dari dalam rumah. Ia berjalan menyusuri jalanan yang
ramai. Tiba-tiba ia menabrak seseorang.
“Lo?”, kagetnya tak percaya
≈≈ ∞ ≈≈
Tidak ada komentar:
Posting Komentar