Rabu, 22 Maret 2017

Just the Way I am (Chapter 5)









Poster by Gambar animasi kartun
Chapter 5
Author : Antyenkey
Main Cast        : Lugi, and Yurie
Supported Cast           : Regwi, and Fagri
Genre  : Romance, Sad, Hurt, School life, and Action
Note    : Cerita ini hanya imajinasi penulis semata, tidak ada unsur tersembunyi. Penulis hanya ingin menuangkan ide untuk dijadikan sebagai media hiburan saja.

Fagri dan Yurie berjalan menyusuri kota Rotte, hujan mengguyur mereka. Payung lentik berwarna biru melindungi tetesan air seperti enggan menggugurkan suasana romantis.
Semua orang akan menyangka kedua orang ini adalah pasangan. Pasangan muda yang menghabiskan waktu pulang sekolah dengan mengantar sang gadis pulang ke rumah.
Aneh memang, seorang Yurie setiap harinya selalu berangkat dan pulang sekolah hanya dengan jalan kaki. Tidak seperti siswa-siswi yang lainnya. Padahal dirinya merupakan golongan atas yang bisa dibilang tidak pantas untuk menginjakkan kakinya berlama-lama di jalan aspal. Ia bisa saja diantar jemput oleh beberapa bodyguard. Namun, pada kenyataannya, dia tidak pernah berpikiran untuk menjadi seorang putri.
Kembali pada kedua insan yang terlihat kikuk dalam perjalanan, tidak ada suara. Masing-masing merasa ragu akan situasi ini untuk dipecahkan, untuk sekedar mencari kehangatan suasana.
“euuuuu/euuu”, seru Fagri dan Yurie bersamaan.
Keduanya saling malu.
“ada apa?”, Tanya Yurie, akhirnya.
“gak papa sih, cuman ngerasa, gimana yah”, malu Fagri.
“oh iya, kamu sekolah kelas berapa?”, Tanya Yurie.
“aku udah kelas 3 sih, kalo kamu?”, Tanya Fagri balik.
“sama dong, oh iya kalo Lugi sama?”, Yurie tiba-tiba bertanya soal Lugi. Tidak ada angin, tidak ada hujan, seolah spontan saja Yurie penasaran soal Lugi.
“emmm, oh iya sama. Dia sekelas juga sama aku, sama Regwi juga”.
Yurie hanya ber-ohhhh ria.

“Gi?”, panggil seseorang tiba-tiba. Mobil hitam menampakkan seseorang didalamnya.
“ehh Lug”, sapa Fagri.
Lagi-lagi mereka bertiga bertemu. Sepertinya jika Yurie bertemu Fagri, pasti disitu bakalan ada Lugi.
“Gi, ayo temenin gua ambil yang kemarin itu!”, ajak Lugi.
Yurie mengangkat alisnya. Dia menggerutu dalam hatinya, merasa bahwa Lugi itu seenaknya saja mengajak Fagri pergi. Lebih parah dari itu, selalu saja si Lugi itu tidak pernah menghiraukan keberadaan Yurie. Tak pernah buka suara duluan untuk sekedar menyapa Yurie.
Sempat Yurie berpikir, apa salah dia sih, kok si Lugi bersikap seperti itu pada dirinya. Toh, pertama kenal Lugi, justru dia jadi pahlawan, yang nyelametin Lugi dari gangguan teman-temannya itu. Ah dunia memang tidak bisa diprediksi.
Fagri menengok Yurie. “Yurie!”, panggil Fagri.
“hemmmm”, jawab Yurie singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari Lugi. Sementara Lugi hanya menatap kedepan, datar.
Fagri tidak menyadari tingkah dari Yurie itu.
“Yurie, aku ada urusan nih sama Lugi. Maaf yah aku gak bisa nganterin kamu pulang sampe rumah”, jelas Fagri merasa bersalah.
Yurie tidak bergeming akan ucapan Fagri, seolah Fagri tidak berucap apapun.
Fagri menelusuri arah mata Yurie. Ternyata Yurie tengah memandang Lugi dengan senyum kecut.
Fagri melambaikan tangan kearah Yurie. Barulah Yurie sadar.
“ehhhh, iya Gi?”, Tanya Yurie.
“gak papa kan aku gak nganterin sampe rumah?”, Tanya Fagri sekali lagi.
Yurie hanya mengangguk, tanpa berucap.
Fagri membalas dengan senyuman, pertanda terimakasih karena Yurie telah mengerti.
Tak disangka, sudut mata Lugi ternyata memperhatikan mereka berdua. Ia hanya menyunggingkan senyuman. Aneh. Begitulah anggapnya.
Fagri dan Lugi pun pergi ke tempat yang mereka tuju.

Hari demi hari berlalu. Sejak kejadian Lugi membawa pergi Fagri. Keduanya tidak pernah lagi bertemu dengan Yurie.
Fagri hendak meminum sprite, namun tiba-tiba “grekkkk”, Lugi memukul jakun Fagri hingga “huekkkk”. Fagri tersendak.
Lugi tertawa terbahak-bahak.
Fagri mencoba mengerjapkan tenggorokkannya.
“eh lo Lug, gak ada kerjaan banget sih kalo ngerjain, gimana kalo gua mati, mau tanggung jawab lo?”, kesal Fagri.
“sorry, sorry, abisnya lo akhir-akhir ini gak asik, jarang gabung buat nongkrong”, adu Lugi.
“yah sorry Lug, gua lagi gak bisa keluar nih, nyokap gua ada dirumah terus”, pintanya meminta maaf.
Lugi memainkan bibirnya “gak asikkk ah, kali-kali lo nyolong waktu lah, gak mungkin juga kan nyokap lo mantengin terus elo”.
“gua sempet mikir kaya gitu Lug, cuman gua gak enak ah. Lagian kan, jarang banget nyokap sama bokap gua dirumah”.
Lugi mendorong badannya ke kursi.
“Lagi pengen maen nih gua, kira-kira enaknya kemana yah?”, Tanya Lugi pada Fagri.
Belum sempat ada jawaban dari Fagri. Segerombol orang menghampiri mereka.
“anak mamih sih yah di kandang terus, gak mungkin bisa kabur, bener gak bro”, ledek Yuta dengan anak buahnya.
Lugi menyilangkan tangannya didada. Menatap lurus kearah Yuta yang tertawa mengejek.
“iya lah apa kata lo aja, toh sekarang bukan urusan lo, dan gak usah nguping omongan orang, kita bukan kawan, man”, jawab Fagri mengena.
Lugi tetap diam, dengan gerakan mengigit bibir bawahnya, pertanda bahwa dia sudah malas dengan si Yuta itu.
loser”, ucap Lugi singkat.
Lantas Yuta langsung memandang Lugi.
“apaan lo? Dasar pada anak mamih, ngabisin orang aja gak bisa”, menendang meja.
Lugi siap berdiri, hendak memberi peringatan pada Yuta.
Namun, “Brugggggk”, Yuta selangkah lebih maju menghajar Lugi.
Sudut bibir Lugi berdarah, semua siswi yang ada di kantin pun berteriak.
Berbalik dengan para siswa yang sudah terbiasa akan perkelahian Yuta dengan siswa yang ada di sekolah itu.
Dahulu, Lugi satu kelompok dengan Yuta, termasuk Fagri dan Regwi. Namun, asal persekutuan mereka itu hancur, dimulai dari kesalah pahaman yang dilakukan Regwi. Lugi yang membela Regwi, karena memang Regwi tidak bersalah. Namun, malah ia disuruh Yuta untuk menghabisi Regwi. Pada akhirnya, terjadilah pengeroyokan beberapa hari silam.
Dari kejauhan terlihat seorang siswi memegang tangannya. Tersenyum, seolah perkelahian di kantin itu adalah tontonan yang mengasikkan.
“lebih menyenangkan”, bibir indah membentuk senyuman manis. Jikalau diibaratkan, senyuman yang akan membuat “MELTING”.






≈≈ ∞ ≈≈

Tidak ada komentar:

Posting Komentar